Sunday, May 29, 2011

Salah Rasa

Salah Rasa

“Des, serius kamu gak tau?”, nada Tiara semakin tinggi meyakinkan dirinya sendiri.

“Emang aku gak tau. Makanya kasihtau aku dong biar aku gak penasaran lagi”, sahut Desty dengan nada tenang meminta Tiara memberitahu hal itu.

“Itu loh, Raka putus sama ceweknya.”

“Are you serious? Wow.”, Desty terkaget dari ketenangannya. Bibirnya tergerak untuk tersenyum kecil menampakkan rasa senang.

“Kaget banget ya?”

“Gak juga kok haha”, Desty berharap Tiara tidak tahu kalau dirinya sedang tertawa bahagia dalam hati mendengar berita Raka putus dengan kekasihnya itu. Desty menyembunyikan rasa senang ini. Desty memiliki gengsi yang sangat tinggi memang.

*****

Desty membuka pintu rumah pelan, ia tak ingin Ibu dan Ayahnya terbangun karena kepulangan anak perempuan semata-wayangnya ini di malam hari. Ia langkahi lantai dibawah kakinya menuju kamar tidurnya. Terpikir lagi olehnya ‘Raka putus sama ceweknya’. Ya Tuhan, ‘apakah ini pertanda dari doaku?’, hatinya berkata. Senyum tersungging di bibirnya.

*****

Hari ini acara Pagelaran Seni Universitas digelar. Hati Desty dag dig dug karena ia pikir ia akan bertemu Raka di acara ini. Desty berpartisipasi di acara ini sebagai Bendahara sedangkan Raka sebagai kepala divisi Publikasi dan Dokumentasi. Mungkin begitu dekat.

“Hai Desty!”, suara itu. Siapa? Desty menoleh ke belakang.

“Oh, hai. Raka! Dateng dari tadi?”, pantas saja suara itu tak asing bagi telinganya. Suara Raka yang dahulu sering ia dengar begitu dekat. Desty dan Raka dahulu pernah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Tapi entah mengapa, mereka memutuskannya. Raka pernah meminta Desty untuk menjadi kekasihnya lagi, tapi Desty menolaknya. Mungkin Raka tidak mendekatinya lagi karena dia merasa tersingkirkan oleh perkataannya yang menolak Raka dengan tegas dan menyakitkan hati. Padahal pada kenyataannya, hatinya tak bisa melupakan Raka dan kebaikannya. Ini hanya masalah restu Ayahnya. Ayah Desty memang tak suka kalau anaknya berpacaran sebelum cita-citanya tercapai. Ayah Desty pernah menyarankan ‘Kalau kamu mau berpacaran, silakan tinggalkan kuliahmu. Kalau kau mau kuliah dengan baik, belajarlah dan jangan berpacaran. Setidaknya waktumu akan terbagi’. Tetapi apa yang Desty rasakan sekarang, waktunya lebih tersita untuk memikirkan Raka saat Raka sudah tak bisa ia miliki lagi. Ia takut Raka bersama seorang lain disana. Ia takut Raka ada yang memiliki. Desty tak bisa memintanya untuk menunggunya sampai tali toga berpindah ke sebelah kanan.

“Desty, minum buat panitia kok bukan Aqua?”, suara Raka kali ini benar-benar mengagetkan Desty. Desty tak sadar kalau Raka telah mengangkat kardus yang penuh dengan botol minum itu. Sampai dia membuka kardus itu dan mengambil satu botol air mineralnya pun Desty tak sadar. ‘Aku terbayang masa-masa kita dulu, Raka’, hatinya berbisik.

“Kita kan lagi kekurangan dana, wajarlah beli air yang paling murah.”, balasan Desty sangat datar demi menutupi senang yang sedang ia rasakan. “Ok, aku ke ruang panitia dulu ya. Thanks udah bantu.”

Di ruang panitia Desty duduk di tumpukan tas yang lumayan empuk untuk dijadikan tempat bersandar. Teringat hal yang baru saja ia lakukan, ia merasa menyesal. ‘Aku ini bodoh atau apa? Aku ini tak ada keberanian sedikit pun untuk bicara lebih lama dengan Raka. Mungkin dari suasana tadi, Raka bisa mulai menyukaiku lagi. Tak pedulilah nasihat dari Ayahku itu. Raka, aku masih sayang kamu.’

*****

Acara Pagelaran Seni akhirnya selesai juga. Dini hari. Desty berpikir Raka akan menawarkan tumpangan padanya untuk mengantarnya pulang. Desty menunggu Raka memanggil namanya. Sesekali ia menengok ke samping kanan, untuk memastikan bahwa Raka masih ada di tempat ini.

“Desty!”

“Ya?”, kepala Desty langsung menoleh semangat. “Ehm, apa La?”, ternyata Lala.

“Pulang bareng aku ya, aku udah telfon taksi kok.”

“Oh, ok deh.”, Raka tidak menawarkan tumpangan pada Desty, memanggil namanya pun tidak. ‘Apa yang aku pikirkan? Sudahlah.’

*****

Desty tak tenang. Perasaannya sangat gelisah. Malam itu Desty tak bisa tidur. Matanya tak lelah sedikitpun. ‘Daripada tak ada yang kukerjakan, lebih baik kubuka twitter dan facebook-ku.’, lirihnya dalam hati. Tak ada teman dekatnya yang on line di twitter. Desty hanya me-retweet kutipan-kutipan yang menurutnya bagus dan sesuai dengan hatinya pada malam itu. Merasa bosan ia pindahkan kursor ke Facebook Page. Tak sengaja ia melihat notification yang tidak terlalu banyak di Home.

‘Loh, apa ini? Please ya Tuhan. Aku gak salah baca kan?’ Desty menangis sejadi-jadinya. Tak kuasa ia melihat apa yang baru saja ia baca. “Raka Rahadian being in relationship with Rizki Rahmaputri”. Hatinya menjerit. Mengapa? Mengapa harus selalu begini? Aku selalu salah dalam melakukan sesuatu. Lebih baik aku tak tahu kalau Raka telah putus dari Rizki. Lebih baik aku tak menanyakan pada Tiara apa yang akan dia katakanya. Lebih baik aku tak tahu semuanya tentang Raka. Lebih baik aku berpikir kalau Raka akan mengantarkanku pulang. Lebih baik aku tak berpikir sebegitu jauh kalau Raka akan memiliki perasaan yang sama terhadapku. Raka akan mencintaiku seperti aku mencintainya. Lebih baik aku mendengarkan nasihat AyahKalau kamu mau berpacaran, silakan tinggalkan kuliahmu. Kalau kau mau kuliah dengan baik, belajarlah dan jangan berpacaran. Setidaknya waktumu akan terbagi. Dan tak seharusnya sampai sekarang aku masih mengharapkan Raka.

Desty menutup semua social network page -nya. Ia langsung membuka jendela Windows Media Player dan memutar lagu If This Was A Movie dari Taylor Swift.

Last night I heard my own heart beating

Sounded like footsteps on my stairs

Six months gone and I’m still reaching

Even though I know you’re not there

I was playing back a thousand memories, baby

Thinking about everything we’ve been trough

Maybe I’ve been going back too much lately

When time stood still, and I had you

. . . . .

Now I’m pacing down the hall, chasing down your street

Flashback to the night when you said to me

Nothing’s gunna change, not for me and you

Not before I knew how much I had to lose.

Come back, come back, come back to me like

You would, you would if this was a movie

Stand in the rain outside ‘till I came out

Come back come back, come back to me like

You could, you could, if you just said you’re sorry

I know that we could work it out somehow

But if this was a movie, you’d be here by now.

If you’re after, if you’re someone, if you’re moving on

I’ve been waiting for you since you’ve been gone

I just want it back the way it was before

I just wanna see you back in my front door.

. . . . .

I thought that you’d be here by now.

No comments:

Post a Comment