Friday, April 1, 2011

Tas Yang Itu Loh, Tres !



“Halo, Om !”, sapaku pada adik ibuku, Om Edi, saat dia mampir kerumahku untuk menjemput anaknya yang pulang sekolah, Muthia.
“Lah, Muthi belum datang yah, Tres ?”
“Belum, Om. Bentar lagi mungkin.”
Aku langsung masuk ke kamarku dan meraih buku diatas kasur. Kubantingkan badanku ke kasur, lalu meneruskan membaca Hukum Internasional karena esok harinya aku akan menghadapi Ujian Tengah Semester Hukum Internasional. Om-ku mengikuti langkahku dari belakang. Rupanya dia mau menaruh tas kerjanya dikamarku. Dia langsung keluar dari kamarku, karena dia tak ingin menggangguku belajar. Tak tahu apa yang dilakukannya di ruang tamu sana. Aku tak peduli, toh besok aku ujian. Wajar kalau aku tidak ikut berbincang dengan Omku itu.
“Assalamualaikum! Bapak!”, suara Muthia terdengar sampai ke kamarku. Mungkin aku bisa sebentar untuk meninggalkan buku Hukum Internasional ini untuk menyapa Muthia dan menanyakan kabarnya di sekolah tadi. Aku keluar kamar sambil membawa kertas slide Hukum Internasional, agar Muthia tahu kalau aku lagi belajar lho.
“Hai, Muth. Kok pulangnya sore banget ?”
“Eksul, Teh. Teteh kenapa rambutnya ? ngembang banget ih.”
“Iya ini baru keramas Muth, kayak singa ya ? Haha”, basa-basi dengan Muthia tidak begitu basi. Muthia memang anak yang tidak pemalu. Tapi ternyata dia tidak menyadari kalau aku sedang memegang bahan kuliah. Ya sudahlah.
“Udah ya, mau langsung pulang aja deh, Tres. Ntar bilangin ya sama Mama. Yuk Muth.”, pamit Om Edi sambil mengajak Muthia untuk segera pulang. Syukur deh mereka sudah pulang, hatiku lega. Tidak terlalu banyak waktu yang telah kubuang untuk membaca bahan kuliah Hukum Internasional.
Aku masih menjaga kesopan-santunanku. Kuantar mereka sampai depan rumah. Aku berjalan menuju halaman rumah sambil menghafal ulang apa yang telah kubaca dikamar tadi tentang hukum Internasional. Sebelum kakiku sampai pada lantai luar rumah, Om Edi menyuruhku dengan nada yang cukup terdengar sampai ke kupingku yang tertutup rambut singaku ini.
“Tres, tolong ambilin tas kerja Om dong! Ada di kamar kamu tadi!”
“Oh iya, bentar ya Om”, kuputar balik arah kakiku menuju kamar. Kujinjing tas dari kamarku ke halaman rumah untuk memasukkannya ke mobil Om Edi. Sambil berjalan, aku bergumam membaca slide hukum Internasional pada genggamanku.
Saat sampai samping mobil Om Edi…
“Loh Tres, itu tas siapa ?”
Ku lihat baik-baik tas yang kujinjing tadi. Lho, Tas Ransel ?
“Ya ampun, Om. Maaf ya. Kok malah bawa tas sekolah Desi sih ?”, Aku menggerutu menutupi malu. “Tadi aku ga liat sih soalnya sambil baca kuliah.”, sambungku dengan alibi yang sebenarnya tidak masuk akal.
Om Edi dan Muthia tertawa lepas. Mungkin mereka berpikir, ‘Ini orang pinter tapi oon banget ya. Yang diminta tas apa, yang diambil malah tas lain’.

No comments:

Post a Comment