Friday, April 1, 2011

Aku Ditembak Loh!


Sepulang kuliah jam tujuh malam, aku langsung masuk ke kamar tidurku. Sangat lelah, Ya Tuhan. Padahal kalau mengingat apa yang telah aku kerjakan dikampus tadi siang, sepertinya tidak terlalu membuang tenaga. Aku hanya duduk di perpustakaan untuk mengerjakan Tugas ASPID dengan Farah. Diangkot aku hanya duduk sambil bermain hang-man di handphoneku. Aku tidak keliling lapangan parker di kampus, pulang kuliah jalan kaki pun tidak. Tapi kok capek banget ya ?
Kuganti pakaian kuliahku dengan baju batik untuk tidur. Mungkin kali ini aku tidak mandi sore, padahal biasanya juga jarang mandi sore.
“Mah, makan sama apa?”, sebenarnya itu bukan pertanyaan yang harus Mama jawab.
“Liat aja di meja makan!”
Aku makan sangat banyak waktu itu. Sambil memutar sinetron Putri Yang Ditukar, semua makanan yang tadi kuambil tak terasa sangat cepat habisnya. Mungkin tadi aku terlalu sedikit mengambil porsi makan. Sudahlah, aku malas untuk menambah nasi dan lauknya.
N-G-A-N-T-U-K. Hanya itu yang ada dalam otakku. Aku pergi mencuci wajah dan berwudhu dikamar-mandi.
Entah berapa rakaat aku sholat Isya. Otak dengan apa yang aku kerjakan sudah mulai tidak sinkron. Kasur ! Kasur ! Akhirnya aku T-I-D-U-R.
*****
“Aku nginep dirumah Fatya ya ? Kok bisa ? Padahal udah lama ga ketemu. Rumahnya kok jadi besar begini ya ?”, gumam hatiku.
“Tresna, kami pergi dulu ya. Kamu sama Papa ku aja ya. Titip rumah.”, pamit Fatya dan Ibunya. Loh mereka mau kemana ya ? Kenapa aku disuruh menjaga rumahnya ? Sudahlah. Tiba-tiba Papa Fatya datang ke hadapanku. Dia marah besar. Aku berlari ke gudang belakang rumah. Jantungku berdegup kencang. Ya Tuhaaan..
“Mau pergi kemana kamu ?”, teguran Papa Fatya mengejutkanku. “Maaf !”, kataku sambil berlari keluar rumah. Harus kemana aku pergi, mengapa dia terus mengejarku. Ku lihat sesekali ke belakang. Apa ? Dia membawa pistol ?
Aku bersembunyi dibelakang drum bensin. “Hai !”, itu suaranya.
“Drorrr !”, Ya Tuhan, pinggangku berdarah. Sakit. Perih. Aku menangis sejadi-jadinya. Mengapa tak ada orang disini ? Kemana semua orang ?
“Teteh ? Itu pinggangnya berdarah”, adikku, Desi, datang menghampiriku. Ya Tuhan terima kasih sudah menjawab doaku. Tubuhku dibopong olehnya.
“Kita ke Dokter, Des. Aku takut mati. Darahnya banyak banget.”
“Ke dokter Andi aja ya teh ?”
“Ya udah, cepet panggil taksi !”, ku naiki taksi bersama Desi. Walaupun aku merassa kalau tempat praktek Dokter Andi hanya disebrang blok rumahku. Dekat.
“Teh Dokter Andinya tutup. Gimana dong ?”
“Ke dokter Rudi aja des. Aku beneran takut mati.”, sambil melanjutkan perjalanan ke tempat praktek dokter Rudi, aku terus menangis. Air mataku bercucuran tiada henti. Aku sungguh takut mati. Ku tutup mataku untuk menahan rasa sakit ini.
Lantunan lagu Accidentally in Love – Counting Crows terdengar begitu keras ditelingaku. Handphone siapa ini ? Desi ? Supir Taksi ? Ku dengar setengah lama. Lama. Lagu itu…seperti nada alarm handphoneku. Ku buka mataku perlahan. Tanganku berada tepat di pinggangku. Masih sakit, itu yang kurasakan. Tapi tak ada darah. Terima kasih Tuhan, ini hanya mimpi.

No comments:

Post a Comment